THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Senin, 12 November 2012

Pemeriksaan Feses

Pemeriksaan Feses

  •  Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevelansinya terutama pada penduduk di daerah tropik seperti di Indonesia, dan merupakan masalah yang cukup besar bagi bidang kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia berada dalam kondisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai, sehingga kehidupan cacing ditunjang oleh proses daur hidup dan cara penularannya.
  • Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. 
  • Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang akan di periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis (Kadarsan, 1983).
  • Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya (Gandahusada.dkk, 2000).
  • Pemeriksaan feces dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung, metode harada mori, dan Metode kato. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus, sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan metode kato untuk menentukan jumlah cacing yang ada didalam usus.
  • Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan.
B.TUJUAN
  1. Mendiagnosa adanya infeksi cacing parasit pada orang yang diperiksa fecesnya.
  2. Mengetahui tingkat infeksi cacing yang diderita orang yang diperiksa pecesnya.
  3. Mengetahui teknik pemeriksaan telur pada tinja anak-anak.
  4. Mengetahui bentuk-bentuk dari cacing parasit, bentuk telur maupun larva agar kita mudah untuk mengenali dan melakukan tindakan efektif baik untuk pencegahan maupun pengobatan terhadap infeksi caing parasit kepada pasien yang diperiksa.
1. Pemeriksaan Kualitatif 
 
Metode Natif
Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran disekitarnya.
Maksud : Menemukan telur cacing parasit pada feces yang diperiksa.
Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit pada seseorang yang diperiksa fecesnya.
Dasar teori : eosin memberikan latar belakang merah terhadap telur yang berwarna kekuning-kuningan dan untuk lebih jelas memisahkan feces dengan kotoran yang ada.
Kekurangan : dilakukan hanya untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit terditeksi.
Kelebihan : mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur cacing semua spesies, biaya yang di perlukan sedikit, peralatan yang di gunakan sedikit.
 
Metode Apung (Flotation method)
Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-telur Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil.
Maksud : Mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi ringan.
Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus pada seseorang yang diperiksa fecesnya.
Dasar teori : Berat jenis NaCl jenuh lebih berat dari berat jenis telur.
Kekurangan : penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu yang lama, perlu ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi
Kelebihan : dapat di gunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terlihat jelas.
 
Metode Harada Mori
Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.
Maksud : Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus spatau mencari larva cacing-cacing parasit usus yang menetas diluar tubuh hospes
Tujuan : Mengetahuia adanya infeksi cacing tambang
Dasar teori : Hanya cacing-cacing yang menetas di luar tubuh hospes akan menetas 7 hari menjadi larva dengan kelembaban yang cukup.
Kekurangan : Dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing tambang, waktu yang dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang banyak.
Kelebihan : lebih mudah dilakukan karena hanya umtuk mengidentifikasi larva infektif mengingat bentuik larva jauh lebih besar di bandingkan dengan telur.

2. Pemeriksaan Kuantitatif 

Metode Kato

Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut teknik Kato. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong “cellahane tape”. Teknik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa.
Maksud : Menemukan adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur
Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit dan untuk mengetahui berat ringannya infeksi cacing parasit usus
Dasar teori : Dengan penambahan melachite green untuk memberi latar belakang hijau. Anak-anak mengeluarkan tinja kurang lebih 100 gram/hari, dewasa mengeluarkan tinja kurang lebih 150 gram/hari. Jadi, misalnya dalam 1 gram feces mengandung 100 telur maka 150 gram tinja mengandung 150.000 telur.
Kekurangan : Bahan feses yang di gunakan banyak.
Kelebihan : Dapat mengidentifikasi tingkat cacing pada penderita berdasar jumlah telur dan cacing, baik di kerjakan di lapangan, dapat digunakan untuk pemeriksaan tinja masal karena murah dan sederhana, cukup jelas untuk melihat morfologi sehingga dapat di diagnosis.
 
MATERI DAN METODE
A. MateriMetode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur.

Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-telur Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil.
Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.
Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut teknik Kato. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong “cellahane tape”. Teknik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa. 
 
B. METODE
 
1.Metode Natif
  • Alat
  • Bahan
  1. Gelas obyek
  2. Pipet tetes
  3. Lidi
  4. Cover glass
  5. Mikroskop
  1. Tinja anak kecil
  2. Eosin 2%
  • Cara kerja :
  1. Gelas obyek yang bersih di teteskan 1-2 tetes NaCl fisiologi atau eosin 2%
  2. Dengan lidi, di ambil sedikit tinja dan taruh pada larutan tersebut
  3. Dengan lidi tadi, kita ratakan /larutkan, kemudian di tutup dengan gelas beda/cover glass.
2. Metode Apung
  • Alat
  • Bahan
  1. Obyek glass
  2. Mikroskop
  3. Cover glass
  4. Penyaring teh
  5. Tabung reaksi
  6. Pengaduk dan beker glass
  1. Tinja
  2. Larutan NaCl jenuh (33%)
  3. Aquades
  • Cara kerja
  1. 10 gram tinja di campur dengan 200 ml NaCl jenuh (33%), kemudian di aduk sehingga larut. Bila terdapat serat-serat selulosa di saring menggunakan penyaring teh.
  2. Di diamkan selama 5-10 menit, kemudian dengan lidi di ambil larutan permukaan dan di taruh di atas gelas obyek, kemudian di tutup dengan cover glass. Di periksa di bawah mikroskop.
  3. Di tuangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh, yaitu rata dengan permukaan tabung, didiamkan selama 5-10 menit dan di tutup/di letakkan gelas obyek dan segera angkat. Selanjutnya di letakkan di atas gelas preparat dengan cairan berada di antara gelas preparat dan gelas penutup, kemudian di periksadi bawah mikroskop.
3. Metode Harada Mori
  • Alat
  1. Kantong plastik ukuran 30x200mm
  2. Kertas saring ukuran 3x15cm
  3. Lidi bambu
  4. Penjepit
  5. Mikroskop
  • Bahan
? Tinja
? Aquades steril

  • Cara kerja
  1. Plastik di isi aquades steril kurang lebih 5ml.
  2. Dengan lidi bambu, tinja di oleskan pada kertas saring sampai mengisi sepertiga bagiannya tengahnya.
  3. Kertas saring di masukkan ke dalam plastik tersebut diatas. Cara memasukkan kertas saring dilipat membujur dengan ujung kertas menyentuh permukaan aquades dan tinja jangan sampai terkena aquades.
  4. Nama penderita, tangggal penamaan, tempat penderita, dan nama mahasiswa. Tabung di tutup plastik/dijepret.
  5. Simpan selama 3-7 hari.
  6. Disentrifuge dan dimbil dengan pipet tetes kemudian diamati dibawah mikroskop.
4. Metode Kato
  • Alat
  1. Selophane
  2. Gelas preparat
  3. Karton berlubang
  4. Soket bambu
  5. Kawat saring
  6. Kertas minyak
  • Bahan
  1. Bahan yang di gunakan adalah larutan untuk memulas selophane terdiri dari 100 bagian aquades (6%), 100 bagian gliserin, 1 bagian melachite green 3% dan tinja 30mg.
  • Cara kerja
  1. Sebelum pemakaian, pita selophane di masukkan ke dalam larutan melachite green selam kurang lebih 24 jam.
  2. Di atas kertas minyak, di taruh tinja sebesar butir kacang, selanjutnya di atas tinja tersebut di tumpangi dengan kawat saringan dan ditekan-tekan sehingga di dapatkan tinja yang kasar tertinggal di bawah kawat dan tinja yang halus keluar di atas penyaring.
  3. Dengan lidi, tinja yang sudah halus tersebut di ambil di atas kawat penyaring kurang lebih 30mg, dengan menggunakan cetakan karton yang berlubang di taruh gelas preparat yang bersih.
  4. Selanjutnya ditutup dengan pita selophane dengan meratakan tinja di seluruh permukaan pita sampai sama tebal, dengan bantuan gelas preparat yang lain.
  5. Di biarkan dengan temperatur kamar selama 30-60 menit supaya menjadi transparan.
  6. Seluruh permukaan di periksa dengan menghitung jumlah semua telur yang ditemukan dengan perbesaran lemah.

    Hasil negatif pada semua metode yang dilaksanakan dapat disebabkan antara lain:
  1. Sampel atau feces diperoleh dari orang yang dehat (tidak terinfeksi cacing parasit usus)
  2. Kurang ketelitian dan kecerobohan praktikan dalam melakukan praktikum. Misalnya pada metode natif pada saat menusuk-menusukkan lidi bambu pada feces telur yang terdapat pada feces tidak menempel pada lidi. Pada metode apung, pada saat larutan feces didiamkan pada tabung reaksi, tabung reaksi goyang sehingga telur yang sudah terapung mengendap lagi.
  3. Kurangnya pemahaman praktikan pada bentuk morfologi telur cacing parasit maupun larvanya.
  4. Praktikan kurang paham tentang urutan kerja pada masing-masing metode.
  5. Pada saat diambil fecesnya, cacing belum bertelur sehingga tidak ditemukkan telur pada feces.
Pemeriksaan feces pada dasrnya dibagi menjadi dua, yaitu 
  1. Pemeriksaan feces secara kualitatif, yaitu pemeriksaan yang didasarkan pada ditemukkan telur pada masing-masing metode pemeriksaan tanpa dihitung jumlahnya. 
  2. Pemeriksaan feces secara kuantitatif yaitu pemeriksaan feces yang didasarkan pada penemuan telur pada tiap gram feces.(Gandahusada,2000)
Kelebihan masing-masing metode antara lain:
  1. Metode natif : Murah, mudah dan cepat.
  2. Metode apung : Baik untuk semua jenis telur baik untuk infeksi berat dan ringan. Telur yang ditemukan terpisah dari kotoran.
  3. Metode harada mori : Baik sekali untuk melihat infeksi cacing tambang dimana larvanya jauh lebih besar dari telurnya.
  4. Metode kato : Bila digunakkan dalam penelitian lapangan tidak membutuhkan cover glass, cover glass bisa diganti dengan cellophane tape, lebih murah. Dengan teknik lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakkan lebih banyak tinja. Teknik ini disa digunakkan untuk pemeriksaan tinja secara masal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosis.
Kelebihan masing-masing metode yang digunakan antara lain:
  1. Metode natif : Sedikitnya feces yang digunakkan untuk infeksi ringan hanya untuk pemeriksaan infeksi berat.
  2. Metode apung : membutuhkan waktu lebih lama, pada waktu pengambilan telur, telur yang mengapung tidak terambil. Pada waktu menunggu baki atau tabung reaksi tersenggol sehingga tidak mengapung dan hasilnya negatif.
  3. Metode harada mori : Membutuhkan waktu dan alat yang lebih lama.
  4. Metode kato : Pada metode kato kuantitatif, karena banyak telur yang dihitung bisa menyebabkan jumlah telur pada feces hasilnya tidak akurat.
Cara menghitung telur pada pemeriksaan dengan metode kato kuantitatif.
 
Telur yang dikeluarkan setiap harinya berbeda-beda, maka diperlukan perhitungan atas beberapa bahan, terdapat siklus dalam pembentukan telur, pengaruh dari kepadatan tinja, makanan, pencernaan yang salah dan faktor-faktor lain yang diketahui, dan pengeluaran telur tiap cacing mungkin berbeda untuk hospes yang berbeda. 
 
Empat kriteria untuk infeksi oleh cacing parasit (Darwin Karyadi):
  • Infeksi sangat ringan : 1-9 (15-149 butir telur)
  • Infeksi ringan : 10-24 (150-375 butir telur)
  • Infeksi sedang : 25-49 (375-749 butir telur)
  • Infeksi berat : > 50 (750 butir telur lebih)
Pemeriksaan kuantitatif Kato yang dilakukan hanya berdasarkan perkiraan yang ditentukkan praktikan. Perhitungan yang dilakukan didapatkan hasil yaitu:
  • Infeksi pada orang dewasa termasuk infeksi ringan dengan 90 telur yang ditemukkan pada 0,5 gram tinja.
  • Infeksi pada anak-anak termasuk infeksi ringan dengan 60 butir telur pada 0,5 tinja.
KESIMPULAN
  1. Pemeriksaan dengan metode natif, metode apung dan metode kato (kualitatif) adalah mengatui infeksi cacing parasit pada orang yang diperiksa.
  2. Pemeriksaan kuantitatif dengan metode kato bertujuan untuk menentukan jumlah telur yang terdapat dalam tinja yang diperiksa.
  3. Pemeriksaan dengan metode harada mori bertujuan untuk menentukkan dan mengidentifikasi larva infektif dari cacing tambang dan mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus.
  4. Hasil yang didapat dari pemeriksaan adalah negatif yang artinya bahwa tidak ditemukkan telur dalam tinja yang diperiksa.
  5. Infeksi oleh parasit berlangsung tanpa gejala ringan . Diagnosa yang berdasarkan gejala klinik saja kurang dapat dipastikan, sehingga harus dengan bantuan pemeriksaan laboratorium . bahan yang akan diperiksa tergantung dari jenis parasit, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang diperiksa adalah tinja. 
Pemeriksaan Konsentrasi Tinja
  1. Sendimentasi Sederhana 
  2. Sendimentasi sederhana dengan gliserol 
  3. Metode Pemusingan sederhana
  4. Metode pemusingan cara ritchie
  5. Metode pengapungan langsung
  6. Metode pengapungan sentrifugal tak langsung
B.SARAN
  1. Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit parasit agar masyarakat dapat terhindar dari zoonosis
  1. Membuang faeces pada tempatnya, untuk mencegah terjadinya infeksi cacing parasit usus.
  2. Menghindari makanan, air, tanah yang terkontaminasi oleh tinja yang mengandung telur atau larva parasit
  3. Menjaga kebersihan diri dan tempat tinggal agat terhindar dari infeksi parasit.

0 komentar: